Review Interaksi Herbal Medicine dengan obat lain dan/atau dengan makanan



Sumber : www.pinterest.com

JURNAL REVIEW :
INTERAKSI HERBAL MEDICINE DENGAN OBAT LAIN
DAN/ATAU DENGAN MAKANAN

Fahmi Haryati
NIM : 260112180018

ABSTRAK
Tidak semua obat herbal aman dikonsumsi begitu saja. Ada kemungkinan bahwa obat herbal tersebut berinteraksi dengan makanan/minuman atau obat lain atau bahan kimia obat (BKO) yang dikonsumsi pasien dengan penyakit kronis seperti, hipertensi, diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, atau hiperkolesterol. Interaksi yang paling mungkin terjadi yaitu di sistem pencernaan karena akan mengubah laju arbsorbsi obat (interaksi farmakokinetik). Interaksi yang lain antara herbal dan obat yakni memberikan efek yang mirip atau kontraindikasi satu sama lain (interaksi farmakodinamik).
Kata kunci : interaksi obat, herbal, obat, BKO, makanan, minuman.

ABSTRACT
Not all herbal medicines are safe for consumption. There is a possibility that these herbal medicines interact with food / drinks or other drugs or medicinal chemicals (BKO) consumed by patients with chronic diseases such as hypertension, diabetes mellitus, congestive heart failure, or hypercholesterolemia. The most likely interaction occurs in the digestive system because it changes the rate of drug absorption (pharmacokinetic interactions). Other interactions between herbs and drugs provide similar effects or contraindications to each other (pharmacodynamic interactions).
Keywords: interaction of drugs, herbs, drugs, BKO, food, drinks.




PENDAHULUAN
Salah jika kebanyakan masyarakat Indonesia menganggap semua obat herbal aman dikonsumsi. Ada kemungkinan obat herbal tersebut berinteraksi dengan makanan/minuman atau obat lain atau bahan kimia obat (BKO) yang dikonsumsi pasien dengan penyakit kronis seperti, hipertensi, diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, atau hiperkolesterol. Herbal dalam uraian ini tidak khusus jamu, melainkan semua tanaman atau tumbuhan secara umum, baik yang tumbuh dan dibudidaya di Indonesia maupun herbal dari negara asing (Purwaningsih , 2011).
Interaksi yang paling mungkin terjadi yaitu di sistem pencernaan karena akan mengubah laju arbsorbsi obat (interaksi farmakokinetik). Interaksi yang lain antara herba dan obat yakni memberikan efek yang mirip atau kontraindikasi satu sama lain (interaksi farmakodinamik) (Purwaningsih , 2011).
Interaksi antara herbal dengan obat sintetik dapat terjadi sejak proses absorpsi, distribusi, metabolisme, hingga ekskresi. Terapi secara bersamaan antara obat kimia dan herbal telah terbukti dapat meningkatkan resiko kejadian Adverse drug reaction (ADR). Namun, terapi komplementer dan alternative dengan herbal telah secara luas digunakan.

METODE
Studi literatur pada review jurnal tinjauan ini menggunakan sumber jurnal-jurnal penelitian yang diperoleh secara online melalui berbagai mesin pencarian seperti google scholar dengan menggunakan kata kunci interaksi herbal-obat, interaksi herbal–makanan pada website dan juga melihat review jurnal yang sudah ada lalu mencari sumber dalam review jurnal tersebut untuk dimasukkan dalam review jurnal ini (Purwaningsih , 2011). Pemilihan artikel yang sesuai menggunakan kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang digunakan adalah jurnal penelitian internasional maupun nasional mengandung pokok bahasan tentang interaksi herbal-obat, interaksi herbal-makanan terbit 20 tahun terakhir.
 
MASALAH DAN PEMBAHASAN
1.      Interaksi Herbal Medicine Dengan Obat Lain
1.1  Interaksi Herbal Dengan Herbal
Campuran antara herbal dengan herbal sebagai makanan maupun sebagai obat herbal dapat menimbulkan interaksi yang saling meningkatkan atau menurunkan efek.
Seperti daun kecubung (Datura metel) yang mengandung hiosiamin, skopolamin, dan hidroksikumarin yang dikonsumsi bersamaan dengan chamomile (Matricaria recutita) yang juga mengandung hidroksikumarin akan meningkatkan toksisitas (Purwaningsih , 2011).
Obat herbal yang berefek anti agregasi platelet misalkan bawang putih (garlic) dan jahe (ginger) bila dikonsumsi bersamaan akan saling memperkuat efek anti agregasi platelet atau efek mencegah penggumpalan darah (Purwaningsih , 2011).
1.2  Interaksi Herbal Dengan Obat Sintetik dan BKO
Penggunaan obat herbal tertentu bersamaan dengan obat sintetik pun dapat menimbulkan berbagai efek samping yang tidak diinginkan. Kombinasi tersebut dapat berupa peningkatan atau pengurangan efek.
Misalkan herbal yang berefek anti agregasi platelet misalkan  bawang putih (garlic) atau jahe (ginger) berinteraksi dengan aspirin yang dapat meningkatkan efek samping berupa pendarahan. Pada kondisi lain yaitu penderita diabetes mellitus yang mendapat terapi insulin, penambahan pegagan (Centella asiatica) akan menghambat efek hipoglikemik insulin, sedangkan pemberiannya bersama sambiloto (Andrographis paniculata) justru akan menambah efek hipoglikemik. (Purwaningsih , 2011).
Diantara herbal yang dimanfaatkan sebagai sayuran, misalnya brokoli dan bayam, dikenal sebagai “green leafy vegetables”, kaya akan vitamin K. Pasien yang sedang mendapat terapi kumarin/kumadin sebaikny tidak mengkonsumsi sayuran tersebut karena akan timbul peningkatan pembekuan darah. Efek samping yang berlawanan yaitu pendarahan, akan timbul bila digunakan bersama bawang putih (Allium sativum, garlic), jahe (Zingiber officinale, ginger), ginseng (Panax ginseng), dan St. John’s wort (Hypericum perforatum), baik yang sudah diproduksi sebagai suplemen makanan maupun dalam bentuk segar atau seduhan (Schmitz, 2003).
Dalam bentuk minuman, herbal yang mengandung xanthine dan/atau coffeine, terutama teh (Camelia sinensis), sebaiknya tidak digunakan untuk minuman obat theophylline dan turunannya yang tergolong xanthine. Kombinasi keduanya akan  meningkatkan efek yang tidak diinginkan (adverese effect) berupa mual dan gejala hipotensi lain serta takikardi (Pal, 2005).
Jamu yang dicampur dengan BKO dapat meningkatkan insiden efek samping. Masih banyak produksi jamu yang menambahkan BKO agar “cespleng” yang kemudian berakibat timbulnya efek samping berat. BKO yang sering ditambahkan adalah parasetamol, fenilbutazon, aspirin, bahkan prednison.  (Purwaningsih , 2011).
Secara farmakokinetik, interaksi antara herbal dengan obat sintetik dapat terjadi sejak proses absorpsi, distribusi, metabolisme, hingga ekskresi. Pada proses absorpsi, herbal yang kaya akan serat akan menghambat absorpsi beberapa obat antara lain parasetamol, digoksin. Berdasarkan penelitian, kemungkinan besar efek samping yang timbul pada jamu yang mengandung BKO adalah akibat absorpsi obat yang meningkat dan/atau motilitas usus berkurang, sehingga kontak antara obat dengan mukosa lambung/usus lebih lama (Pal, 2005).
Sedangkan produk herbal yang sudah diproduksi dalam bentuk minyak yang berefek laksan, misalnya minyak jarak (oleum ricini) atau minyak zaitun akan mempercepat ekskresi vitamin A, D, E, dan K. Penelitian lain menunjukkan bahwa di dalam usus halus terdapat enzim VYP3A4 yang mengatur absorpsi berbagai obat. Pemberian jus grapefruit akan menghambat kerja enzim CYP3A4, sehingga absorpsi akan meningkat. Namun hasil penelitian tersebut tidak konsisten karena dipengaruhi oleh faktor lain yaitu genetik dan alergi (Pal, 2005).
Pada proses metabolisme St. John’s wort  yang terbukti memiliki efek mirip dengan penghambat MAO di liver, akan menghambat kerja warfarin dan siklosporin melalui kerja enzim sitokrom P450. Pada beberapa penelitian lain, herbal yang satu ini ternyata berpotensi menurunkan efek obat, baik secara farmakokinetik maupun farmakodinamik. St. John’s wort (Hypericium perforatum) yang mengandung hiperin sudah banyak digunakan untuk mengatasi depresi ringan. Namun penggunaan yang tidak terkontrol bersama antidepresan lain misalnya amitriptilin atau alprazolam, justru menurunkan efek obat karena kerja hiperin antara lain meningkatkan merabolisme obat.
Pemberian SJW mengurangi steady state  konsertrasi plasma  amitriptyline, cyclosporine, digoxin, fexofenadine, amprenavir, indonavir,  lopinavir, ritonavir, saquinavir, benzodiazepines, theophyline, irinotecan, midazolan and warfarin (Pal and Mitra, 2005).
Interaksi secara farmakodinamik ditunjukkan oleh herbal yang mengandung kumarin misalnya kecubung (Datura metel), chamomile (Matricaria ecutita), red clover (Trifolium pratense), horse chesnut (Aesculus hipocastamum), yang akan memperberat efek aspirin pada penderita kelainan jantung koroner.
Herbal lain yang menjadi masalah pengobatan di Indonesia adalah kombinasi multivitamin  dengan tanaman kava-kava (Piper methysticum) yang menimbulkan keluhan masyarakat antara lain berupa kelainan pada kulit. Kava-kava yang mengandung kavalactone berefek sebagai antiansietas (ansiolitik) yang sebanding dengan benzodiazepin. Pada pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan sensitivitas pada kulit dan gangguan pada liver (hepatotoksik).
Hasil penelitian tersebut bervariasi karena perbedaan jenis ekstrak herbal yang diuji. Jenis ekstrak pun dapat berpengaruh pada keberhasilan uji, misalnya ekstrak kloroform sambiloto lebih lebih efektif dibandingkan ekstrak air. Namun secara in-vitro, penelitian oleh Wibudi A, pada sel beta langerhans membuktikan bahwa hasil rebusan simplisia sambiloto justru lebih efektif sebagai insulin sekretagik daripada jenis ekstrak lainnya (Purwaningsih , 2011). Dalam jamu, simplisia yang digunakan umumnya lebih dari satu dengan maksud bahwa masing-masing komponen akan bekerja/berinteraksi secara sinergis satu dengan yang lainnya
Herbal lain yang dikonsumsi sebagai buah antara lain nenas, strawberry, apel, tomat, peach, plum dapat menimbulkan reaksi alergi pada beberapa individu. Buah nenas juga telah diteliti bahwa kandungan bromelainnya mempunyai efek antiplatelet agregasi. Biji apel, biji aprikot, kulit buah peach, dan kulit buah aprikot terbukti mengandung amygdalin. Di dalam lambung amygdalin  akan diubah menjadi hidrosianida yang sangat toksik. Konsumsi yang berlebihan  terhadap buah dan/atau biji tersebut akan berakibat timbulnya efek toksik terutama pada susunan saraf pusat.
Terdapat tujuh herbal yang diidentifikasi mengenai interaksi herbal dengan warfarin. Terdapat satu herbal yang dikategorikan level I (highly probable) yaitu St John’s Worth, dua herbal dalam kategori level II (probable) yaitu danshen dan soya, dua herbal dalam kategori level III (possible) yaitu ginseng dan bawang putih dan dua herbal lain dalam kategori level IV (doubtful) yaitu jahe dan teh hijau. Herbal yang diidentifikasi tersebut memiliki range keparahan major hingga moderate. Sebaiknya, herbal dalam kategori level I dan II terutama yang memiliki tingkat keparahan major dan moderate dihindari penggunaanya bersama dengan warfarin sedangkan herbal pada level III dan IV sebaiknya dilakukan monitoring penggunaannya (Rahmayanti, 2018).
Interaksi yang sering terjadi antara warfarin dan herbal adalah pada proses metabolisme warfarin oleh cytochrome P450s (Beikang, et al., 2014).Warfarin terutama dimetabolisme oleh enzim cytochrome P450s (CYPs). Obat herbal terutama memberikan efek terhadap cytochrome P450s sehingga adanya perubahan metabolisme warfarin oleh enzim tersebut akan mempengaruhi konsentrasi obat dalam plasma dan efek farmakologi dari warfarin (Greenblatt & Moltke, 2005).

2.      Interaksi Herbal Medicine Dengan Makanan
Terdapat kemungkinan interaksi antara obat herbal dengan makanan.  Obat herbal yang mengandung kafein jika dikonsumsi dengan kafein yang berasal dari makanan maka efeknya akan saling meningkatkan (additive). Makanan yang mengandung kafein yaitu misalnya coklat dan jika minuman misalnya teh kopi dan colla. Orang yang ingin mengkonsumsi obat herbal yang mengandung kafein harus menyadari kemungkinan peningkatan risiko efek yang merugikan, yakni sakit kepala, gelisah, gelisah dan insomnia. Mereka harus diperingatkan untuk mengurangi asupan kafein mereka jika ada masalah berlanjut.
Kakao (Theobroma cacao L.) dengan kandungan turunan xantin yaitu theobromin, cafein, alkaloid, flavonoid dll digunakan sebagai obat stimulan dan diuretik. Makanan tinggi karbohidrat (roti dan gula) meningkatkan absorpsi flavonol 40% dari kakao.  Makanan tinggi lipid dan protein (butter dan steak) dan susu sedikit mempengaruhi absorpsi. Jus grapefruit karbohidratnya 20% meningkatkan absorpsi flavonol.

KESIMPULAN
Tidak semua jamu/obat herbal aman dikonsumsi terutama herbal yang bersifat toksik atau sering menimbulkan efek samping bila dikonsumsi bersamaan dengan herbal lain dan/atau dengan obat konvensional.
 
DAFTAR PUSTAKA

Beikang, G., Zhang, Z. & Zuo, Z., 2014. Updates on the Clinical Evidenced Herb-Warfarin Interactions. Evidence Based Complementary and Alternative Medicine, pp. 1 - 18.
Greenblatt, D. & Moltke, L. V., 2005. interactionn of Warfarin with Drugs, Natural Substance and foods. Journal of Clinical Pharmacology, 45(2), pp. 127-132.
Schmitz HH, Keen CL. Food effects on the absorption and pharmacokinetics of cocoa flavanols. Life Sci (2003) 73, 857–69. 
Pal, B. dan Mitra, A.K. MDR- and CYP3A4-mediated drug–herbal interactions. 2005. Life Sciences 78 (2006) 2131–2145
Purwaningsih, E.H. 2011. Interaksi Tanaman Sebagai Makanan dan/atau Obat Herbal Dengan Obat Herbal Lain Dan Obat Konvesional. Jakarta, Indonesia.  Jurnal Bahan Alam Indonesia. Vol. 7, No. 5.
Rahmayanti, S.U., dan Muhtadi, A.2018. Review Jurnal: Interaksi Warfarin Dan Herbal Untuk Meminimalkan Kejadian Adverse Drug Reaction (ADR). Farmaka Suplemen Volume 16 Nomor 2.

Comments